.a Defenisi :
Posisi satu atau kedua palpebra superior yang terlalu rendah .
Posisi normal palpebra superio adalah ditengah – tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil atau pada saat mata berada dalam posisi memandang primer (sewaktu kepala dan mata terletak sejajar dengan benda yang dlihat ) maka palpebra superior menutupi bagian atas cornea sejauh lebih kurang 2 mm.
Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Normalnya kelopak mata terbuka adalah = 10 mm. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior ( otot kelopak mata atas ). Rata – rata lebar fisura palpebra / celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 11 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah = 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 1 atau 2 mm kebawah masih dapat dikatakan normal, termasuk ptosis ringan, jika menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang, dan jika menutupi kornea 4 mm termasuk ptosis berat.
klasifikasi
berdasarkan onset dibagi menjadi :
- Konginental ( paling sering disebabkan kelainan myogenik )
Ptosis kongenital ada sejak lahir dan biasanya mengenai satu mata dan hanya 25% mengenai ke 2 mata. Ptosis terjadi karena kesalahan pembentukan (maldevelopment) otot kelopak mata atas dan tidak adanya lipatan kelopak mata, tetapi kerusakan mendasarnya kemungkinan timbul pada persarafan dibandingkan otot itu sendiri, karena sering ditemukan lemahnya otot rektus superior yang dipersarafi oleh Saraf / Nervus III. . Ptosis yang terjadi pada masa perkembangan bayi dapat menyebabkan amblyopia, yang terjadi pada satu atau kedua mata dimana kelopak mata menutupi visual axis, terutama jika berhubungan dengan ptosis kongenital (ptosis yang didapat dari lahir). Amblyopia dari ptosis berhubungan dengan astigmatisme tinggi. Ptosis menimbulkan tekanan pada kelopak mata dan dengan waktu dapat merubah bentuk kornea yang menimbulkan cylinder tinggi. Anak – anak dengan congenital ptosis dan amblyopia harus dipertimbangkan untuk melakukan operasi ptosis, dan kelainan refraksi yang mereka miliki harus diterapi dengan kontak lens, dan untuk amblyopianya harus dilakukan terapi oklusi (tutup mata).
- Didapat ( paling sering disebabkan kelainan aponeuretik )
Acquired ptosis sering terlihat pada pasien berusia lanjut. Umumnya disebabkan bertambah panjangnya (stretching) otot levator palpebra (otot yang berfungsi mengangkat kelopak mata), trauma/pasca kecelakaan, pertambahan usia, pengguna contak lens dan luka karena penyakit tertentu seperti stroke, diabetes, tomor otak, kanker yang mempengaruhi saraf atau respon otot, horner sindrom dan myasthenia gravis.
Berdasarkan etiologi dibagi menjadi :
Table.1 klasifikasi ptosis beard
A. Kelainan perkembangan levator
Digolongkan sebagai ptosis konginental sejati .
Terjadi akibat distrofi otot – otot levator yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi serat – serat otot .
Ditandai dengan :
- Ptosis pada posisi primer memandang
- Palpebra hanya sedikit bergerak saat memandang keatas dan terjadi gangguan putupan saat melihat kebawah .
- Keterlambatan palpebra saat memandang kebawah adalah petunjuk penting untuk diagnosis kelaian perkembangan levator .
Ptosis konginental terkadang sering disertai dengan adanya strabismus dan pada 25 % kasus sering disertai bersamaan dengan distrofi muskulus rektus superior yang berakibat kelemahan pandangan keatas .
B. Ptosis myogenik lainnya
1. Blepharophimosis
Adalah Penyempitan fisura palpebra abnormal pada arah horizontal , disebabkan oleh pergeseran lateral kanthus internus.
Penyebab 5 % kasus ptosis konginental , bersifat familier , merupakan penyakit autoso- maldominant hereditary, yang ditandai dengan ptosis bilateral (3) . normalnya lebar fisura palpebra adalah 28 – 30 mm tetapi pada keaadaan ini lebar fisura bisa hanya mencapai ½ lebar normal
2. Oftalmopolegia eksternal menahun
Adalah penyakit neuro muskuler herediter progresif lambat , yang dimulai dipertengahan kehidupan , dimana semua otot ekstraokuler termasuk levator dan otot – otot ekspresi muka berangsur – angsur terkena. Biasanya bersifat , bilateral , simetris dan progresif ptosis, namun reaksi pupil dan akomodasi normal . untuk dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M. Frontalis
· Kelainan ini dapat muncul disemua usia dan berkembang selama periode 5 – 15 tahun menjadi ophtaloplegia ekternal total .
· Penyakit ini berhubungan dengan delesi DNA mitokondrial .
· Sindroms kearns sayre
Adalah suatu keadaan yang merupakan kombinasi antara ophtalmoplegia eksternal progresif kronik , blok jantung dan renitis pigmentosa.
2. Distrofi muskular progesif
termasuk kelompok myopati (kelainan otot) degeneratif (kemunduran) yang disebabkan oleh kelainan genetik dan ditandai dengan kelemahan dan atrofi (pengerutan) otot tanpa mempengaruhi sistem saraf . ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan diplopia . terkadang pada pasien dengan mya
3. Myestenia gravis
Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris, dimana terdapat kelelehan palpebra. ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan diplopia . terkadang pada pasien dengan myestenia gravis sering mengalami tymoma , sehingga butuh penanganan lebih lanjut.
Ptosis pada pasien myasthenia hanya memberikan sedikit respon terhadap pemberian anticholin estrase atau steroid. Pembedahan yang digunakan sebagai terapi blepharoptosis pada pasien myasthenia harus ditunda sampai terjadi peningkatan keadaan umum yang baik.
C. Ptosis Aponeurotik
Terjadi akibat disinsersi parsial dan putusnya aponeurosis levator dari tarsus., umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat mengangkat palpebra saat melihat keatas . tetap tersisanya perlekatan aponeurosis levator kekulit dan muskulus orbicularis menghasilkan lipatan palpebra yang sangat tinggi , dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak terbayang melalui kulit palpebra superior .
Penyebab paling sering dari diinsersi levator adalah trauma .
Kerusakan pada aponeurosis ini menimbulkan gejala ptosis pada operasi mata , blepharochalasis , kehamilan dan penyakit grave
a. Blepharochalasis
Relaksasi kulit kelopak mata akibat atrofi jaringan interseluler
b. Setelah penyakit greve
c. Ptosis senilis
Dimaana terjadi peregangan kulit (stretching) akibat proses penuaan yang ditandai dengan gejala:
1. Mengendurnya kelopak mata (drooping of the eyelids), biasanya karena proses penuaan.
2. Kulit berlebihan (redundant skin), biasanya di luar dua pertiga dari kelopak mata, kulit yang mengendur begitu luasnya sampai melebihi aksis penglihatan (visual axis), sehingga menggelapkan pandangan
Kelainan ini biasanya ditatalaksana dengan tindakan pembedahan ntuk menghilangkan kulit tambahan dan atau lemak yang pokok/mendasari (surgical removal of the redundant skin and/or underlying fat).prognosis setelah operasi biasanya baik.
Dimana jika tidak ditatalaksana dengan baik sering terjadi komplikasi berupa Penggelapan (obscuration) lapang pandang.
d. Setelah operasi katarak
e. Stres dan trauma pada aponeurosis levator
D. Ptosis neurogenik
Ptosis neurogenik konginental dapat disebabkan karean defek yang timbul pada saat perkembangan embrional , kondisi ini jarang sekali terjadi , dan berkaitan dengan kelainian nervus cranial , sindorm horner ,dan sindrom marcus gunn ( fenonema berkedip- rahang )
a. Sindrom marcus gunn
Yang terjadi pada keadaan ini adalah mata membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan . meuskulus levator yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang – cabang motorik nervus trigeminus dan nervus oklomotorius.
Merupakan ptosis konginental neurogenik synkenetik . pada sindrom sinkenetik , palpebra unilateral yang megalami ptosis akan terelevasi dengan adanya gerakan mandibula, sehingga biasanya pertama kali diketahui oleh ibu bayi saat ia sedang menyussui atau merawat bayinya. Syinkenesis ini sering berhubungan dengan koneksi aberan antara bagian motorik nervus V dan M. Levator .
b. Sindrom horner
Terjadi akibat lesi di jalur simpatis baik pada:
1. Bagian sentralnya
yang berjalan dari hipothalamus posterior melalui batang otak ke korda spinalis bagian atas ( C8 – T2)
2. Bagian praganglion
Yang keluar dari korda spinalis dan bersinaps di ganglion servikalis (stelata superior)
3. Bagian pasca ganglion
Dari ganglion servikalis superior melalui pleksus karotikus dan devisi ofthalmicus saraf trigeminus yang masuk kedalam saraf orbita
Sindrom ini terjadi akibat manifestasi gangguan nervus simpatik yang berdampak pada ptosis, miosis unilateral , anhidrosis, hilangnya keringat pada wajah dan penurunan pigmen iris ( karena pematangan melanosit iris bayi amat bergantung pada saraf simpatis).
Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis ke otot – otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis dengan enophthalmos.
Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis , tabes dorsalis , siringomelia . tumor corda servikal .
c. Kelumpuhan okulomotorius
Paling sering disebabkan karena trauma , Dapat menyebabkan regenerasi aberan yang berdampak terjadinya gerakan yang tidak teratur pada bola mata , pupil dan palpebra . Tetapi regenerasi aberrant tidak terjadi pada ptosis konginental .
Kerusakan nervus III berdampak pada :
· Ptosis karena kelumpuhan m. Levator palpebra superiro
· Hinlangnya reflek pupil
· Pelebaran pupil karena terputusnya serabut parasimpatis ke iris
· Abduksi bulbus oculi terarah sedikit kebawah karena kegiatan M. Rektus lateralis dan oblikus superior tidak seimbang
· Hilangnya daya akomodasi lensa karena lumpuhnya m. Ciliaris
Jika palpebra menutup total akan menimbulkana amblopia deprivasional
Penyebab kelumpuhan nervus III yang didapat bisa disebabkan karena kelainan fvaskularisasi ataupun compresi , kelainan vaskularisasi yang ada berhubungan dengan diabetes , hipertensi atau penyakit atrireosclerosis .kelainan nervus III akibat kelainan vaskulogenik tidak akan melibatkan abnormalitas pupil dan akan kembali spontan diikuti dengan pebaikan fungsi levator dalam 3 bulan . jika terjadi kegagalan perbaikan dalam waktu 3- 6 bulan maka harus dipikirkan penyebab kelainan adalah karena kompresi .
Setiap pasien dengan kelumpuhan nervus III yang ,elibatkan pupil diperlukan pemeriksaan neuro imaging untuk mengetahui apakah terdapat neoplasma yang menyebabkan kompresi .
C. Ptosis mekanik
Palpebra superior terhalang untuk membuka sempurna karena massa sebuah neoplasma atau tambatan dari pembentukan parut. Dapat disebabkan kelainan konginental seperti neuroma plexiform atau hemangioma , atau karena kelainan yang didapat seperti khalazion atau carsinoma sel sel squoamosa basal .
D. Ptosis nyata
Hipotropia dapat memberikan gambaran ptosis . bila mata melihat kebawah , palpebra superior tururn melebihi palpebra inferior . Fisura palpebra yang menyempit dan palpebra superior yang ptotik jauh lebih nyata dari bola mata yang hipotropik .
c Diagnosa ptosis
Anamnesa:
- Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang pasien jadi berkurang (Kesulitan membuka mata secara normal dan Adanya gangguan penglihatan.)
- Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas
- jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.
- Peningkatan produksi air mata.
- Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.
- Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.
Pemeriksaan mata pada ptosis
Ketika melakukan pemeriksaan, yang pertama kali diperhatikan adalah penyebab dari ptosis itu sendiri. Dibawa sejak lahir atau disebabkan oleh penyakit tertentu atau disebabkan oleh trauma. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan:
- Tes tajam penglihatan, tes kelainan refraksi, hasil refraksi dengan sikloplegic juga harus dicatat.
- Kelainan strabismus / mata juling.
- Produksi air mata (Schirmer test).
- Diameter pupil dan perbedaan warna iris pada kedua mata harus diperiksa pada kasus Horner Syndrome.
- Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata.
- Pemerikasaan untuk:
1. Tinggi vertikal fisura interpalpebra
Tinggi kelopak mata atau fissure palpebra diobservasi dan diukur. Pengukuran dilakukan dalam millimeter (mm), di ukur berapa besar mata terbuka pada saat melihat lurus / kedepan, melihat ke atas dan kebawah
2. Margin reflek distance ( MRD)
Yaitu jarak antara pelpebra atas dan reflek cahaya yang jatuh pada kornea pada posisi primer . jika pasien juga mengeluhkan gangguan melihat pada waktu membaca maka MRD juga perlu dites saat posisi membaca
3. Lipatan palpebra atas ( upper eyelid crease)
Jarak antara lipat palpebra atas dan garis pinggir palpebra ( eyelid margin).
4. Fungsi lefator
5. Meminta pasien untuk memandang keatas dan kebawah tampa harus mengangkat dahi dan menengadahkan kepala, agar dapat menilai fungsi levator tanpa bantuan muskulus frontalis.
· Pemeriksaan penunjang
Neuro imaging terkadang dibutuhkan untuk mengetahui pentebab defek nervus III apakah terdapat neoplasma yang mengkompresi N.III.
Tatalaksana
Observasi hanya dibutuhkan pada kasus congenital ptosis sedang (mild congenital ptosis), jika tidak terdapat tanda amblyopia, strabismus dan jika terdapat ketidaknormalan posisi kepala.
· Pasien harus dievaluasi setiap 3 atau 4 bulan untuk menangani amblyopia pada congenital katarak. Foto luar mata dapat membantu memonitor pasien.
· Guliran kepala harus diperhatikan , jika pasien sering mengangkat dagunya (chin up posture), menandakan bertambah buruknya ptosis, disarankan untuk melakukan operasi.
· Pasien harus diperiksa akan adanya astigmatisme disebabkan tekanan dari kelopak mata.
Ptosis biasanya tidak terperbaiki dengan waktu, dan membutuhkan operasi sebagai penyembuhan, khususnya operasi plastic dan reconstructive. Operasi ini ditujukan untuk memperkuat otot levator palpebra.
Koreksi ptosis dengan operasi pada kasus congenital ptosis dapat dilakukan pada berbagai usia, tergantung dari keparahan penyakitnya. Intervensi awal dibutuhkan jika terdapat tanda – tanda amblyopia dan ocular torticollis. Beberapa kasus ocular torticollis menghambat pergerakan (mobility) pada bayi dan anak – anak disebabkan masalah keseimbangan pada posture kepala dan dagu yang terangkat. Jika tidak terlalu mendesak /urgent, operasi dapat ditunda hingga usia 3 atau 4 tahun.
Prinsip operasi adalah pemendekan palpebra . Pada ptosis akibat kelemahan M. Levator palpebra , berhasil baik dengan pemotongan sebagian ( reseksi ) atau ,elipat ( advancement) dari M. Levator palpebra. Jika ptosis berat dapat digunakan 1/ 3 medial dari M. Rectus superior yang dijahitkan pada tarsus . Sehingga penderita setelah operasi dapat membuka matanya keaatas . Penyulit pada operawsi ini adalah diplopi temporer , depresi pada bola mata , pada waktu tidur mata tidak dapat menutup dengan sempurna , karena waktu tidur mata akan bergerak kearah temporal atas, sehingga dengan gerakan ini palpebra menjadi terangkat , kalau M.rektus superior rusak maka digunakan M.occipito frontalis yang dihubungkan dengan palpebra ( jarang dilakukan karena secara kosmetik tidak baik .
Ptosis yang unilateral dan menutupi pupil , dapat menimbulkan ambliopia ex anopsia , karenanya tindakan operasi harus dilakukan sebelum penderita berusia 1 tahun , pada yang bilateral , tindakan operatis dapat ditunda sampai umur 3 – 5 tahun.
Tehnik operasi
1. Levator muscle resection
Prosedur ini memendekan aponeirosis levator dengan cara insisi pada lipat palpebra. Insisi pada kulit disembunyikan antara lid fold yang lama dan yang beru agar serasi dengan mata kontralateral.
Di indikasikan : fungsi levator yang moderate , lebih dari 4 mm tapi kurang dari 6 mm
2. Fasanella-Servat procedure
Daftar Istilah
- Apponeurosis:
Juluran tendo tipis seperti pita dan berwarna putih , yang terutama berfungsi menghubungkan suatu otot dengan bagian yang digerakannya .
- Blepharophimosis:
Penyempitan fisura palpebra abnormal pada arah horizontal , disebabkan oleh pergeseran lateral kanthus internus.
- Blepharochalasis:
Relaksasi kulit kelopak mata akibat atrofi jaringan interseluler .
- Hipotropia :
Strabismus dengan defiasi ke bawah sumbu penglihatan yang menetap pada mata
- Dystrophy :
Setiap gangguan yang disebabkan oleh nutrisi yang salah atau tak sempurna
- Enophthalmos:
Pergesaran bola mata kebelakang , kedalam orbita.
- Aberrant:
Menegmbara atau menyimpang dari jalan yang biasa atau normal
Daftar pustaka
- vaughan G. Daniel . ophtalmologi umum . edisi 14 .2002.
- ilyas , sidarta. Ilmu penyakit mata . FKUI.edisi3 .2007
- G. Lang .Ophtalmology. second edition.2006
- www.cmj.org/periodical/PaperList.asp?id
- www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=258450
- http://www.eyeplastic.com/topics/ptosis/ptosis_congential.htm
- http://www.merckmedicus.com/ppdocs/us/hcp/content/emed/Nervous/Sagital_EyE_JPEGs/index.htm
- http://www.eyeplastic.com/topics/ptosis/ptosis_anatomy.html
- http://www.total-health-care.com/illness/eye/ptosis.html
- http://emedicine.medscape.com/article/1212815-media
- www.neweyelids.com